Umrah dan haji dibisniskan, Beberapa tahun terakhir ini banyak pihak dari Indonesia terus mengeluhkan layanan kepada para jamaah haji dan umrah yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi. mereka menyatakan kualitas layanan tidak kunjung naik secara signifikan meski harga layanan terus terjadi peningkatan. Dirjen Pelayanan Haji dan Umrah yakni Nizar Ali megatakan, bahwa Kami tidak bisa berbuat apapun terkait dengan persoalan layanan haji ketika berada di Mina. Kami mengeluhkan atas toilet yang disediakan untuk kaum perempuan yang belum juga ditanggapi oleh pemerintah Arab Saudi sebagai penanggung jawab sepenuhnya dalam mengelola layanan selama jamaah berada di tempat itu.
Bagi para pengelola perusahaan yang ikut bergerak dalam memberikan pelayanan umrah dan haji, mengenai persoalan yang tak kunjung membaik kualitas layanan bukan merupakan suatu hal baru. mengakui tidak bisa berbuat apa-apa setelah mendapati timpangnya kualitas dengan terus menaiknya biaya layanan yang seharusnya diberikan oleh pihak Arab Saudi. itulah bila Arab Saudi melakukan umrah dan haji dibisniskan.
Maka menjadi suatu hal tidak aneh, bila layanan yang diberikan kepada jamaah selama tinggal di Mina sampai hari ini tidak beranjak mutunya dari kualitas yang mereka peroleh pada musim haji 2013. Contohnya saja, pada waktu itu selalu terhampar karpet merah di setiap lorong tena para jamaah haji khusus. Namun sekarang sudah tidak ada lagi. Bahkan sampai tenda yang sudah sobek saja masih dibiarkan, umrah dan haji dibisniskan.
Padahal pada waktu itu di tahun 2003 biaya pelayanan kepada jamaah haji di Arafah dan Mina hanya sebesar 400 dolar AS. Namun, saat harga naik menjadi 3.700 dolar AS pada tahun 2016 dan kemudian menjadi 4.500 dolar AS pada tahun 2017 ini, kualitas layanan yang diberikan tetap sama dengan kualitas layanan pada tahun 2003. Bahkan, dapat dikatakan terus memburuk.
Dilema yang seperti ini semakin menjadi ketika menjumpai biaya pengurusan visa yang terus melamabung dan terindikasi akan terus ada kenaikan di setiap tahunnya. Data yang ada menyatakan bahwa pada awal tahun 2000-an biaya pengurusan visa umrah gratis, namun tetap saja berbayar. Pada tahun 2016 ada biaya tambahan dalam pengurusan visa sampai 15 dolar AS. Dan hingga saat ini, pada musim umrah tahun 2017-2018, biaya tambahan pengurusan visa naik sampai dua lipat menjadi 30 dolar AS per visa umrah.
Sekilas biaya tersebut terkesan murah karena hanya 30 dolar AS. Namun, bila kemudian dikaitkan dengan adanya jumlah jamaah umrah yang telah menacapai lebih dari 800 ribu orang, bahkan dalam waktu dekat ini akan mencapai lebih dari 800 juta dan bahkan bisa capai 1 juta orang, maka jumlah dana yang diperoleh pihak Arab Saudi sangat fantastis, mencapai 24 juta dolar hingga 30 juta dolar AS hanya dari pengurusan passport.
Dalam soal seperti ini maka amat sangat wajar, bila banyaknya para pengelola bisnis travel haji dan umrah hanya dapat tersenyum kecut. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa karena mereka tidak dapat memindahkan Makkah dan Madinah ke tempat lain. Ya seperti itulah, bila bisnis umrah dan haji ini telah dimonopoli, tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa mengikuti segala aturan yang sudah ditetapkan, meski Pemerintah Saudi mengetahui rasa keberatan atau kecewa.
Jadi beranikah dan bisakah Anda untuk memidahkan Makkah dan Madinah bila sudah merasa kecewa atas layanan haji dan umrah yang telah disediakan? Jawabannya ialah tidak mungkin, Sama sekali hal itu terjadi.
Mengapa Arab Saudi bersikap seperti itu? Tampaknya penyebabnya adalah turunnya pendapatan Negara itu akibat merosotnya harga minyak bumi di pasar tradisional. Kesulitan yang sedang dialami olehnya karena merekabanyak terlibat dalam pembiayaan perang di Syuriah dan Yaman. Dan fakta tersebut sudah semakin terlihat ketika pemerintah kejaan petro dolar ini memutuskan untuk yang pertama kalinya dalam sejarah Negara itu melakukan pinjaman dana kepada lembaga keuangan internasional. Harga bahan makanan juga bahan bakar di sana pun sudah mulai menaik karena subsidi dikurangi. Serta gaji pegawai pun sempat dipotong.
Adanya hal yang seperti itu, maka tidak heran bila pada waktu saat ini pemerintah Arab Saudi sedang gencar membuka kembali kesempatan untuk berangkat haji dan umrah secara besar-besaran. Targetnya pada tahun 2030 nanti jumlah jamaah umrah naik empat kali lipat dari sekarang yang misalnya hanya ada 7 juta orang akan menajadi 30 juta orang. Begitu juga haji yang pelaksanaan pada tahun 2017 ini yang hanya mada sekitar 2 juta orang menjadi 7 juta orang.
Dan dalam usaha peningkatan jumlah jamaah haji yang di mulai pada tahun ini sudah tampak ketika pemerintah Arab Saudi gencar membuka kesempatan kepemilikan visa furodah (visa haji undangan). Visa haji yang tadinya sifatnya hanya terbatas ini karena merupakan undangan raja, kini dibiarkan jumlah lebih banyak lagi ke publik untuk bisa mendapatkannya.
Memang benar bahwa pada saat ini visa terkesan bisa menghapuskan panjangnya antrean orang Indonesia untuk berhaji yang kini sudah mencapai masa 20 tahun dengan antrean yang telah mencapai 3,3 juta orang. Dengan hanya memiliki visa furodah makan akan langsung bisa naik haji pada tahun ini juga, tidak perlu lagi harus menunggu waktu yang sangat lama.
Namun, imbas adanya visa tersebut akan menuai yang baru. Sebab, hanya Muslim Indonesia yang benar-benar kaya saja yang bisa berangkat haji ke Tanah Suci. Sedangkan, yang hanya memiliki kemampuan ekonomi pas-pasan baru bisa berangkat hingga puluhan tahun ke depan. Atau bagai mereka yang berangkat dengan menggunakan fasilitas haji khusus, mereka baru bisa berangkat haji sekitar 8 tahun ke dapan. Dapatkan informasi tentang umroh plus turki | umroh plus turki 2021 | umroh plus turki 2022 dapatkan harga terbaik.
0 Comments
Posting Komentar